Melihat status dari akun2 anti Jokowi, hampir semua melakukan
propaganda, fitnah, kebangkitan agama dan kejayaan orde baru. Bagi
mereka tidak ada kebaikan diera pemerintahaan Jokowi dan patokan
kejayaan Indonesia adalah era orde baru. Target mereka adalah 65 jutaan
pemilih usia 17-30 tahun. Usia yang masih samar tentang masa lalu. Tidak
ada buku sejarah mengenai kekuasaan rezim orde baru. Mereka sudah
memutar balikkan sejarah orde lama. Tapi mereka menutupi rezim
sesudahnya yg sangat otoriter dan memfitnah kepemimpinan saat ini.
Segala cara ditempuh. Masalah pribadi dijadikan senjata untuk
menjatuhkan Jokowi.
Hampir semua pembenci Jokowi mengagungkan
“kejayaan” orde baru namun dgn melakukan lompatan sejarah. Memberitakan
satu keadaan tapi menutupi keadaan lainnya. Mereka membangga2kan
tindakan Soeharto yg berhasil “melenyapkan” PKI. Stabilnya keadaan
sosial, politik dan keamanan di era tersebut. Tapi mereka menutupi,
bagaimana keadaan itu bisa “stabil”. Mereka tidak memberitakan
bagaimana represi penguasa kepada tokoh2 kritis, bagaimana demokrasi
dikangkangi kekuatan militer, bagaimana lembaga legislatif dikuasai oleh
kelompok pendukung penguasa dan hanya sebagai lembaga stempel
perundangan, untuk kepentingan penguasa. Dan lucunya, para haters ini
menganggap umat Muslim saat itu seolah menjadi anak emas. Mereka
menyembunyikan dan lagi2 melompati sejarah tragedi yg pernah menimpa
umat Islam saat itu.
Begitu juga propaganda situasi ekonomi era
orba, murahnya harga beras, BBM dan kehidupan ekonomi lainnya dianggap
berkah keberhasilan Soeharto. Mereka tidak dimelekkan bagaimana ekonomi
Indonesia sebenarnya dijajah oleh kelompok kapitalis asing seperiti
IGGI, IMF dan bantuan asing lainnya. Bahkan sang penguasa juga bermain
mata dgn para taipan demi mendapat keuntungan pribadi.
Dengan
segala propaganda itu, para haters sepakat bahwa kepemimpinan nasional
harus diteruskan oleh tokoh rezim orde baru. Seorang mantan letjen
menjadi pemimpin ideal bagi mereka. Pernah memimpin pasukan elit,
kenyang pengalaman bertempur dan karier militer yang sangat luar biasa.
Dengan latar belakang tersebut, mereka mempropagandakan bahwa Indonesia
dibawah kepemimpinannya akan ditakuti oleh negara2 lain. Sesuai motto
mereka, menjadi macan Asia. Tapi mereka tidak korektif dan mencari
literasi lainnya tentang, kenapa seorang Letnan Jendral, bisa berhenti
atau diberhentikan ketika usianya masih 47 tahun. Usia yg sangat muda
dan masih memiliki kesempatan utk menjadi Panglima TNI atau minimal
Kepala Staf Angkatan.
Didunia militer, menjadi komandan adalah
target prestasi untuk jenjang berikutnya. Dari komandan pleton, kompi,
batalyon, brigade atw divisi hingga target akhir adalah Panglima
Angkatan Bersenjata. PS masih memiliki kesempatan besar untuk itu.
Dengan jenjang karier yg luar biasa itu, bisa dipastikan PS akan
menempati posisi Panglima TNI. Padahal PS bukan lulusan terbaik saat
pendidikan di Akmil bahkan, PS pernah tidak naik kelas. Karier yg
melesat lebih disebabkan hubungan kekeluargaan dgn penguasa rezim.
Sayangnya gerakan reformasi dan turunnya mertua dari tampuk kekuasaan
serta tindakannya yang dianggap indisipliner, PS harus mengubur cita2nya
itu. Apakah bisa dikatakan karier PS baik di militer?
Sudah
menjadi rahasia umum, bahwa hubungan kekeluargaan PS dengan pihak
Cendana berakhir saat Suharto turun dari kekuasaan. Bahkan PS terusir
dari lingkungan Cendana yg membuatnya meninggalkan Indonesia dan
mengasingkan diri ke Yordania. Hubungan PS dengan keluarga Cendana, tdk
seharmonis yg didengung2kan. Hanya ada simbiosis mutualisme. Mereka tau
hitam putihnya rezim saat itu. Yang terlihat justru, nuansa politiklah
yg mendekatkan PS dengan mantan Istrinya. Yang terbaca saat ini, PS
seperti memiliki “misi tersendiri” bila kekuasaan berhasil didapat.
Reformasi mahasiswa ’98 dilakukan untuk merubah keadaan politik dan
ekonomi dari monopoli penguasa rezim orba. Para mahasiswa menginginkan
Indonesia lepas dari situasi rezim saat itu namun sepertinya, mahasiswa
masih gamang dan bingung untuk menentukan siapa kepemimpinan nasional
dan bagaimana menjadikan negeri ini lebih baik. Sebab kenyataanya, kuku
kekuasaan orba sudah terlalu dalam menancap disegala sektor. Lingkaran
penguasa, yang sudah mapan dengan segala taktik politik, mampu menguasai
situasi keadaan saat itu. Jadi reformasi ‘98 hanya mengganti Pemimpin
Nasional, tapi tidak merubah budaya rezim orba. Oportunis sisa orba
masih bisa berkuasa, terutama di legislatif. Reformasi total bisa
terjadi bila, sisa2 orde baru tidak lagi diberi porsi kekuasaan. Seperti
yang dilakukan rezim orde baru terhadap orde lama.
Kita belajar
berdemokrasi dari orde lama, tapi kita tidak boleh kembali ke era orde
lama. Era dimana seluruh ideologi diberi ruang namun hanya menghasilkan
perseteruan dan menyisakan masalah perekonomian yang tidak pernah
selesai.
Kita juga jangan terlena dengan stabilitas semu era orde
baru. Era dimana kebebasan berbicara adalah hal yg tabu dan demokrasi
hanya berdasarkan keinginan penguasa. Ketakutan bangkitnya isu PKI,
adalah pengalihan isu agar orde ini bisa bangkit lagi. Indonesia tidak
akan mungkin dikuasai ideologi komunis tapi, Indonesia pernah dikuasai
rezim yang tindakannya seperti komunis. Saat partai politik satu suara
utk menjadi tunggangan penguasa. Para elit politik berkompetisi utk
dekat dengan kekuasaan demi menambah pundi2 harta bumi, sementara rakyat
berkompetisi untuk sekedar bisa hidup, Kebutuhan sandang pangan dan
papan, cukup diberi seadanya.
Setelah 19 tahun, sepertinya
reformasi total bisa terjadi. Jokowi bebas dari dosa2 masa lalu namun
para pendosa rezim terdahulu memberikan dosa kepada Jokowi. Tindakan
Jokowi yang menutup kran penghasilan gelap mereka, dianggap dosa yang
dilakukan pedagang meubel ini. Perang terbukapun dimulai. Mereka ingin
menjatuhkan pemerintahan Jokowi ditengah jalan. Sama seperti yang mereka
lakukan terhadap Gus Dur. Namun kini situasinya berubah, bila diera Gus
Dur masih samar siapa reformis dan siapa kelompok status quo, diera
Jokowi ini semua terang benderang.
Mereka yg tidak lagi punya
kesempatan utk merampok keringat rakyat sudah panik dengan tindakan Pak
Dhe. Gus Dur yg ulama saja mereka hantam dengan isu aqidah, apalagi
Jokowi yg hanya tukang meubel. Dengan menjual agama dan isu diskriminasi
terhadap kelompok minoritas, mereka berusaha menjegal demi meraih
kekuasaan. Bahkan tanpa malu, tokoh yang dulu dianggap pahlawan
reformasi pun ternyata hanya seorang oportunis kacangan yang layak
ditendang.
Jangal lupakan sejarah, beritakan kebenaran. Jangan beri ruang untuk para pecundang.
-TYVa-
Sumber: https://mobile.facebook.com/story.php?story_fbid=10212436879751476&id=1665894937&_rdc=1&_rdr