Bentuk
telinga dirancang untuk mengantisipasi masuknya kotoran. Liang telinga
yang bersudut membuat kotoran, seperti debu atau serangga, sulit
menembus bagian yang lebih dalam. Tugas menghalau kotoran juga dilakukan
kelenjar rambut yang terdapat di bagian depan setelah liang telinga. Di
sini juga diproduksi getah telinga yang bernama serumen. Kita lebih
mengenalnya sebagai tai telinga atau getah. Tai telinga inilah yang akan
menangkap kotoran dan dengan sendirinya membersihkannya.
Orang sering salah kaprah menyangka tai telinga sebagai kotoran. Padahal, fungsinya sangat penting untuk membersihkan kotoran yang masuk. Secara alamaiah, kotoran yang masuk akan kering dan keluar sendiri. Tai telinga tidak usah dibuang, kecuali jika menggumpal dan menyumbat liang telinga sehingga menghalangi masuknya gelombang suara ke telinga dalam. Lagipula, tak banyak kasus orang yang mengalami penggumpalan getah ini.
Dalam kadar normal, tai telinga hanya
menutupi permukaan dinding telinga. Jika dibersihkan, getah akan
diproduksi lagi. Maka, telinga sebaiknya tidak dibersihkan dengan cara
dikorek. Cukup bersihkan bagian luar saja, yaitu daun dan muara liang
telinga. Bagian lebih dalam dari itu, seumur hidup pun tak perlu
dibersihkan.
Salah satu yang sering dilakukan orang
adalah mengorek telinga. Tak banyak yang tahu, mengorek telinga justru
akan mengakibatkan terdorongnya getah telinga ke bagian yang lebih dalam
yang bukan tempatnya. Jika getah ini dibersihkan, maka getah akan
diproduksi lagi. Jika pengorekan dilakukan terus-menerus, getah yang terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.
Mengorek telinga juga bisa mengakibatkan
perbenturan sebab telinga kita bentuknya bersudut. Perbenturan ini akan
mengakibatkan pembengkakan atau perdarahan. Pengorekan yang terlalu
keras atau dalam juga bisa mengakibatkan trauma, ditambah dinding
telinga kita mudah berdarah.
Masih ada lagi, mengorek telinga juga
bisa bikin kolaps. Anda mungkin pernah mengalami batuk-batuk saat
mengorek kuping. Nah, hal ini disebabkan adanya refleks saraf pagus yang
terdapat di dinding telinga. Saraf pagus membentang ke tenggorokan,
dada sampai perut. Batuk-batuk adalah refleks yang ringan. Refleks yang
berat dan berbahaya bisa mengakibatkan kolaps.
MUKA TAK SIMETRIS
Mengorek telinga juga bisa menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dan berada di tempat yang sensitif bisa menyebabkan kualitas pendengaran menurun, bahkan membuat muka jadi mencong (tak simetris).
Mengorek telinga juga bisa menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dan berada di tempat yang sensitif bisa menyebabkan kualitas pendengaran menurun, bahkan membuat muka jadi mencong (tak simetris).
Salah satu saraf yang terdapat di
telinga adalah saraf facialis. Saraf ini berada di belakang liang
telinga. Fungsinya menggerakkan otot muka dan sebagai bagian yang
menunjang pendengaran. Meski saraf ini dilindungi tulang, namun jika
infeksi atau gangguan lain sudah mengenainya, maka bisa mengakibatkan
muka menjadi mencong, mata tak bisa ditutup, dan lainnya, yang disebut
kelumpuhan saraf facialis.
Infeksi akibat mengorek terlalu keras
bisa berbentuk seperti bisul yang bernanah. Infeksi bisa terjadi di
liang telinga, kelenjar rambut, bahkan sampai ke bagian telinga tengah
di belakang gendang. Selain karena mengorek, infeksi telinga tengah yang
disebut congek bisa pula disebabkan oleh adanya infeksi di saluran
nafas, yang berasal dari belakang hidung lalu merambat ke saluran tuba
eskafius yang menghubungkan rongga di belakang hidung dengan telinga
tengah. Jika produksi nanah semakin banyak, maka gendang bisa pecah atau
bocor. Akibat selanjutnya, pendengaran akan terganggu.
Di dalam telinga terdapat banyak sekali
saraf. Itulah kenapa telinga sangat sensitif. Ketika kita sakit amandel,
sakit gigi atau radang tenggorokan, telinga juga terasa sakit, karena
telinga kita dilalui saraf perasa. Saraf ini akan mengalihkan rasa sakit
di daerah lain sampai ke telinga.
HINDARI MUSIK KERAS
Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran. Dalam gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi dengan kapasitas 25 – 40 desibel saja, taraf sedang 40 – 60 desibel, dan jika lebih dari 60 desibel berarti berada dalam taraf berat.
Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran. Dalam gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi dengan kapasitas 25 – 40 desibel saja, taraf sedang 40 – 60 desibel, dan jika lebih dari 60 desibel berarti berada dalam taraf berat.
Kita sering merasa tak pernah
mendengarkan musik keras-keras. Namun punya kebiasaan mendengarkan musik
dari HP atau MP3 player dengan headset atau earphone. Sekalipun alat
itu kecil, karena penggunaannya yang ditempelkan di telinga menyebabkan
tingkat kekerasan suaranya mengalahkan suara bising kereta api.
Kerusakan penurunan pendengaran karena hal ini bersifat permanen dan tak
bisa disembuhkan.
Penyebabnya beraneka ragam, mulai
kelainan di telinga luar hingga dalam. Kelainan di telinga luar bisa
disebabkan adanya penyumbatan oleh getah telinga, benda asing, bisul,
atau tumor. Gangguan di telinga tengah seperti gendang pecah, perdarahan
akibat benturan pada kecelakaan, terputusnya rantai tulang pendengaran
atau keluarnya cairan karena alergi.
Sementara di telinga dalam, gangguan
berupa “pingsan” atau matinya sel rambut yang mengubah getaran mekanik
jadi listrik lalu menyampaikannya ke otak. “Pingsan” atau matinya sel
rambut disebabkan trauma bising, misalnya mendengar terlalu lama dan
sering bunyi-bunyian yang amat keras, infeksi yang menjalar dari telinga
tengah atau karena keracunan obat. Melalui peredaran darah, racun dari
obat bisa sampai ke telinga dalam.
Penyakit seperti darah tinggi dan
diabetes juga bisa mengurangi pendengaran. Pasalnya, penyakit ini bisa
sebabkan rusaknya pembuluh darah. Akibatnya, telinga dalam sebagai
terminal tak mendapat makanan yang cukup,” ujar Darnila. Sejumlah
makanan juga bisa menyebabkan penurunan pendengaran jika menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Contohnya garam, lemak dan rokok. Turunnya
pendengaran karena darah tinggi, diabetes dan keracunan obat bisa
menyerang dua belah telinga. Sementara penyebab lainnya hanya menyerang
telinga yang mengalami gangguan. Perlu diingat, gangguan di satu telinga
tidak menjalar ke
telinga yang lain.
telinga yang lain.
Kebanyakan gangguan yang terjadi di
telinga luar dan telinga tengah bisa diatasi. Sedangkan jika mengenai
telinga dalam agak sulit. Kalau sel rambut di telinga dalam hanya
“pingsan”, misalnya akibat mendengarkan musik disko selama dua jam saja,
maka pendengaran akan kembali setelah beberapa lama menghindar musik
keras ini. Namun, jika terlalu sering mendengar musik atau bunyi-bunyian
yang amat keras, bisa saja sel rambut itu patah dan akhirnya kualitas
pendengaran rusak berat. Umumnya hal ini tak bisa diperbaiki.
Pendengaran menurun yang permanen juga bisa ditemukan pada bayi dengan kelainan bawaan. Biasanya pada mereka bisa dilakukan tes refleks. Tes
ini bisa dilakukan oleh orang tua yang merasa curiga anaknya tidak bisa
mendengar. Caranya dengan membunyikan sesuatu di tempat tersembunyi,
yang tidak bisa lihat matanya. Lihat saja, apakah saat mendengar bunyi
ia langsung memberi respon atau tidak?